Senin, 30 Mei 2011

Tafsir Ulul Azmi Surat al-Ahqaf ayat 35


Tafsir Ulul Azmi Surat al-Ahqaf ayat  35
 Dr.H.AHmad Hasan Ridwan,M.Ag.
Maka Bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul Telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, Maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.
Ayat ini menjelaskan tentang ketetapan Allah pada tiga perkara: 1. Tauhid, 2. Kenabian dan pembalasan. Kemudian Allah SWT. Menjelaskan tentang perilaku orang-orang kafir yang selalu menyakiti dan melukai hati nabi.
Ulul Azmi dimaknai sebagai sosok nabi yang memiliki kesungguhan (ulu al-jad, أولوا الجد), kesabaran (ulu ash-Shabr, والصبر) dan keteguhan (ulu ats-Tsabat, والثبات). (Az-Zamakhsyari: Al-Kasysyaf, 6:312).
Para ulama berbeda pendapat tentang kategori ulul azmi untuk para nabi, sehingga terdapat dua dua pandangan:
Pertama, ulu al-‘Azmi adalah sebagian dari nabi, karena makna kata (min) adalah untuk sebagian (li at-Tab’id, للتبعيض), sehingga maksudnya adalah sebagian dari nabi-nabi. Sebagian para nabi itu adalah : nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan nabi Muhammad.
Kedua, bahwa seluruh rasul adalah ulu al-‘Azmi, berdasarkan argumentasi, bahwa kata min (libayan al-jinsi, لبيان الجنس) bahwa Allah SWT. Tidak mengutus Rasul kecuali mereka adalah sosok yang memiliki karakter kesungguhan, sabar dan keteguhan. Kata min al-Rasul tidak menunjukkan sebagian (tab’id). (Ibnu Katsir: 7:305). Menurut al-Kilabi (tafsir al-Baghawi), Abu Zaid dan yang lainnya bahwa seluruh nabi adalah uluil azmi sebagai Q.S. Al-An’am ayat 90: “Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran)." Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat”.
Dari dua pandangan di atas, maka pandangan pertama memiliki argumentasi yang lebih kuat, dengan argumentasi bahwa ayat di atas di takhsis oleh dua ayat berikut ini, yaitu: pendapat Ibnu Abbas dan Qatadah bahwa ulul azmi adalah terdiri dari lima nabi, berdasarkan Q.S. Al-Ahzab: 7 :“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil Perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka Perjanjian yang teguh”. Dan Q.S. Asy-syura: 13 :Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”.
Ayat ini juga menggambarkan kisah otentik para nabi yang mengemban amanat dari Allah SWT. dari perspketif ilmu qashash al-Qur’an/ atau ilmu stilistika, ahwa seluruh Unsur-unsur kisah pada umumnya ada tiga. Pertama, tokoh (ashkhas). kedua, peristiwa (ahâdith). Ketiga, dialog (hiwar). Ketiga unsur ini terdapat pada hampir seluruh kisah al-Qur'ân seperti kisah nabi Ibrahim, dengan pemaparan kisah Al-Qur'ân pada umumnya pendek  bukan kisah yang panjang.
Kisah dalam Al-Qur'ân selalu diliputi oleh iklim keruhanian, yang dirasakan pada sikap dan ucapan tokoh-tokoh yang ditampilkannya. Jika kita menemukan kehangatan ruhaniah pada kalimat-kalimat dan lukisan perasaan para nabi, sehingga terasa ekpresif ketika para nabi mengungkapkan perasaan dan pendapatnya baik kepada umatnya, istrinya maupun kepada anaknya. Ciri ini secara khusus sangat menonjol pada cara mengungkapkan dan menampilkan sikap sabar dengan keputusan nabi ketika berhadapan dengan berbagai ujian, cobaan dan fitnah dari kaumnya. Para nabi  berbicara dengan bahasa ruhani, baik terhadap kaumnya yang mengikutinya, maupun terhadap kaumnya yang membangkang. Dia berbicara sebagai nabi yang melaksanakan misinya mengajak kepada tauhid. Dimensi ruhaniah dan misi terbingkai dalam kerangka tauhidnya, sebagaimana tergambar pada karakter dan sikap dalam perjalanan sejarahnya yang tertumpu pada sikap sabar yang melahirkan sikap-sikap (akhlak mahmudah) lainnya, yaitu : Ketaatan pada perintah Allah,  Kesalehan, tawakkal dan lainnya. Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Madarijus Salikin (2/156) berkata: “Sabar ada tiga macam yaitu sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dalam menahan diri dari bermaksiat kepada Allah dan sabar dalam menghadapi ujian.” Selanjutnyab dalam kitab Madarijus Salikin (2/155) mengatakan: “Sabar dalam keimanan bagaikan kepala pada jasad; dan tidak ada keimanan tanpa sabar sebagaimana jasad tidak akan berfungsi tanpa kepala.” Al Imam Al Qurthubi dalam tafsir al-Qurthubi. Ia  menukilkan ucapan Sahl bin Abdillah At Tasturi: “Sabar ada dua macam yaitu sabar dari bermaksiat kepada Allah maka ini adalah seorang mujahid; dan sabar dalam ketaatan kepada Allah ini yang dinamakan ahli ibadah.
Dalam al-Qur’an kata-kata sabar dijelaskan dalam 70 ayat. Banyaknya ayat yang mengungkap kesabaran para nabi sehingga sikap sabar dianggap sebagai mahkota dari sifat-sifat terpuji (akhlak mahmudah)
Az-Zurjani dalam kitab at-Ta’rifat, menjelaskan bahwa sabar itu tidak berkeluh kesah ketika berhadapan dengan beratnya dan menyakitkannya cobaan (adam asy-l syakwa min alam al-balwa). Dengan demikian,  sabar berarti menahan diri atas perkara-perkara yang tidak disukai, demi mencari keredhaan Allah. Dalam keadaan apapun yang dihadapi oleh para nabi, maka tetap bertahan melakukannya demi keridhaan Allah. Tingginya nilai sabar telah menjadi hiasan para Nabi untuk menghadapi berbagai tantangan dakwah yang menghadang. Berhias diri dengan sabar hanyalah akan membuahkan kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar